Laman

Rabu, 20 Juni 2012

Tentang Wanita


Tentang Wanita

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/01/18234/bidadari-bidadari-surga-yang-disegerakan/#ixzz1lMxVOsGp

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda: “Selalu wasiatkan kebaikan kepada para wanita. Karena mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari jalinan tulang rusuk ialah tulang rusuk bagian atas. Jika kalian paksa diri untuk meluruskannya, ia akan patah. Tetapi jika kalian mendiamkannya, ia akan tetap bengkok. Karena itu, wasiatkanlah kebaikan kepada para wanita.” (HR. Al-Bukhari)
Wanita adalah sebuah maha karya Allah. Dibalik kelembutannya ada kekuatan yang dapat menggerakkan sebuah laju peradaban. Islam dengan segala kemuliaannya telah berhasil meletakkan dengan ideal posisi kaum wanita dalam gempita kehidupan. Dan fakta sejarah pun mengungkapnya dengan elok, bahwa di setiap keberhasilan orang-orang besar selalu ada wanita-wanita kuat di belakangnya. Tapi, tidak semua wanita berkenan menempati posisi-posisi itu. Dengan hadirnya racun-racun demokrasi, omong kosong HAM atau bualan feminisme, wanita telah kehilangan karakter-karakter dasar kemanusiaannya. Fungsi-fungsi wanita telah terdistorsi dari letak fitrahnya.
Namun, di tengah kerusakan pemahaman yang semakin kuat, ada sebagian wanita yang tetap menjunjung tinggi martabat mereka. Memelihara nilai-nilai kefitrahan mereka sebagai seorang hamba. Pengorbanan dan perjuangan telah menjadikan para wanita-wanita ini bak bidadari-bidadari surga yang Allah segerakan kehadirannya. Inilah wanita-wanita yang membuat resah para bidadari-bidadari Surga karena kemuliaannya. Menerbitkan cemburu di ufuk hati para bidadari Surga.
1.   Ibu: Oase Cinta Yang Takkan Kering
“Makan malamlah bersama Ibumu hingga ia senang.
 Hal itu lebih aku senangi daripada haji sunnah yang kamu kerjakan.”
(Al-Hasan bin Amr Rahimahullahu)
Hijrah bukan semata keputusan ideologis-teologis, lebih jauh hijrah adalah sebuah keputusan psikologis, terlebih dalam konteks di saat kita dalam posisi seorang anak. Dan hal inilah yang dirasakan oleh seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash Radhiyallahu ‘Anhu seorang lelaki mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam“Aku berjanji setia kepadamu wahai Rasulullah untuk berhijrah. Tetapi aku meninggalkan orang tuaku dalam keadaan terus menangis.” Ucap lelaki itu. Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,“Pulanglah kepada keduanya. Buatlah keduanya tertawa, sebagaimana kau telah membuatnya menangis.” (HR. Muslim)
Ibu, adalah representasi bidadari surga yang paling terang. Hatinya adalah oase cinta kehidupan yang menyejukkan, airnya bening dan tak pernah menemui kekeringan. Kasih sayang dan pelukannya adalah hembus angin kedamaian. Jasa-jasanya takkan pernah dapat terbilang, sekalipun dengan formula-formula canggih matematika atau fisika modern.
Imam Bukhari dalam Shahih Al Adabul Mufrad No.9 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma, bahwa suatu hari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma melihat seorang menggendong Ibunya untuk tawaf di Ka’bah dan ke mana saja sang Ibu menginginkan. Kemudian orang tersebut bertanya, “Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku?”, “Belum, setetes pun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu” Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma.
Pada kisah lain yang diceritakan Abul Faraj Rahimahullahu. Sesungguhnya seorang laki-laki datang kepada Umar lalu berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai ibu yang sudah tua renta. Dia tidak menunaikan keperluannya kecuali punggungku yang menjadi tanggungannya. Apakah aku sudah membuatnya ridha dan bisa berpaling darinya? Apakah aku sudah menunaikan kewajiban kepadanya?” Umar Radhiyallahu ‘Anhu menjawab, “Belum”“Bukankah aku telah membawanya dengan punggungku dan aku merelakan hal itu untuknya.” tukas lelaki itu. “Tapi, dia telah melakukannya dan dia berharap agar engkau hidup dan tetap berada di pangkuannya. Sebaliknya, engkau melakukannya dan berharap untuk segera berpisah dengannya,” tegas Umar Radhiyallahu ‘Anhu, sehingga membuat orang itu tak lagi sanggup mengeluarkan kata-kata.
Sebesar apapun pengorbanan yang kita berikan pada Ibu, se-zarah pun tak akan dapat menggantikan pengorbanan yang diberikan ibu kepada kita. Dengan memahami bahwa bakti dan pengorbanan kita tak akan pernah bisa membalas kebaikan ibu, semoga bisa menyadarkan kita untuk selalu memahami dan menyelami keinginannya.
Di dunia ini, tak akan pernah kita temukan cinta kasih seindah cinta kasih seorang Ibu. Tentang hal ini dengan apik Imam Adz Dzahabi rahimahullahu menguraikan, “Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan yang serasa sembilan tahun. Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya. Dia telah menyusuimu dengan air susunya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu. Dia bersihkan kotoranmu dengan tangan kanannya, dia utamakan dirimu atas dirinya serta atas makanannya. Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu. Dia telah memberikanmu semua kebaikan, dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan kesedihan yang panjang. Dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu, dan seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka ia akan meminta supaya kamu hidup dengan suara yang paling keras. Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlaq yang tidak baik. Dia selalu mendoakanmu agar mendapat petunjuk, baik di dalam sunyi maupun ditempat terbuka. Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu. Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Engkau puas dalam keadaan ia haus. Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu. Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat. Begitu berat rasanya bagimu memeliharanya, padahal itu urusan yang mudah…”
Ibu, benar-benar bidadari Surga yang Allah turunkan dengan segera. Maka, sampaikanlah kepadanya betapa kita mencintainya, dan berterima kasihlah atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya kepada kita. Semoga Allah mengampuni dosanya, memberkahi usianya, dan mengumpulkan kita kembali dalam surgaNya.
Ibu, Poros Awal Peradaban
“Karir terbaik seorang wanita adalah menjadi ibu rumah tangga” (Mario Teguh)
Anak yang unggul hanya akan lahir dari ibu yang unggul. Maka, sudah semestinya tidak layak lagi ada pandangan bahwa menjadi Ibu rumah tangga adalah sebuah tindakan pengekangan bagi para wanita untuk mengembangkan potensi-potensinya. Adalah para penganut feminisme, menggugat secara serampangan pembagian wilayah tanggung jawab antara kaum pria dan wanita. Para feminis beranggapan wilayah kerja wanita yang lebih cenderung pada ranah private adalah bentuk ketidakadilan terhadap kaum wanita. Lebih jauh mereka beranggapan melalui keikutsertaan wanita pada ranah publik dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas kaum wanita. Benarkah demikian?
Saya selalu ingat apa yang dikatakan ibu saya, “Perempuan bagiannya di rumah, sedang laki-laki di luar rumah.” Sepintas terdengar sangat diskriminatif. Tapi, makin lama saya makin paham bahwa inilah yang dimaksud Job Descpription. Layaknya sebuah organisasi, keluarga pun mutlak memiliki job description. Dan hal yang harus kita pahami adalah tidak ada yang menjamin seorang yang memiliki wilayah kerja di sektor publik akan memiliki kemuliaan dan kualitas lebih baik dari seorang ibu yang memiliki wilayah tanggungjawab pada sektor privat. Karena semua kemuliaan mutlak hanya akan dipetik dari ketaqwaan dan ketaatan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.Semoga kita dapat renungkan apa yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. An-Nisaa’ ayat 32, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Ibu, sebagai seorang ‘manajer’ rumah tangga adalah sebuah entitas terpenting dalam konteks pembentukan sebuah generasi. Tanpa seorang ibu yang berkualitas takkan lahir para manusia-manusia berkualitas. Ibulah, madrasah peradaban yang paling awal. Dari para ibulah cetak biru sebuah poros peradaban ditentukan. Kesungguhan para ibu men-tarbiyah keturunannya adalah langkah nyata rekonsiliasi sebuah bangsa. Dan kerja-kerja macam ini, bahkan para bidadari surga pun belum tentu mampu melakukannya. Dengan kesungguhan inilah, bahkan para bidadari pun akan mencemburuinya.
2.   Wanita Shalihah: Pesona Di atas Pesona
Ia mutiara terindah duniaBunga terharum sepanjang masaAda cahaya di wajahnya, Betapa indah pesonanyaBidadari bermata jeli pun cemburu padanyaKelak, ia menjadi bidadari surga, Terindah dari yang ada
(Hanan) 
Ya, bidadari surga yang Allah segerakan berikutnya adalah wanita shalihah. Konteks tulisan ini sama sekali bukan tentang fisik. Kita hanya akan membahas hal-hal substansial yang bernama kesalehan. Untuk itu, cukuplah dialog penuh ‘ibrah antara Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang didokumentasikan oleh Imam Ath-Thabrani sebagai pecut penyemangat, pengobar ruh kesalehan.
Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata, “Wahai Rasulullah, Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam jelaskanlah kepadaku firman Subhanahu wa Ta’ala tentang bidadari-bidadari yang bermata jelita.” (QS. Ad-Dukhan: 54) Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilau seperti sayap burung nasar.”
Aku berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, “Laksana mutiara yang tersimpan baik.” (Al-Waqi’ah: 23) Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”
Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, “Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.” (Ar-Rahman: 70) Beliau menjawab, “Akhlaqnya baik dan wajahnya cantik jelita.”
Aku berkata lagi, “Jelaskan kepadaku firman Allah, “Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik.” (Ash-Shaffat: 49) Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”
Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, Penuh cinta lagi sebaya umurnya” (Al-Waqi’ah: 37) Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli” Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
Aku bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?” Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, “Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.”
Aku berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga? Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaqnya paling bagus, lalu dia berkata, “Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaqnya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya”. Wahai Ummu Salamah, akhlaq yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”
Keshalihan dan akhlaq baiklah sumber kemuliaan, semoga kita dapat meraihnya. Amiin.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/01/18234/bidadari-bidadari-surga-yang-disegerakan/#ixzz1lMwP3RmXLihat Selengkapnya

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda: “Selalu wasiatkan kebaikan kepada para wanita. Karena mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari jalinan tulan...g rusuk ialah tulang rusuk bagian atas. Jika kalian paksa diri untuk meluruskannya, ia akan patah. Tetapi jika kalian mendiamkannya, ia akan tetap bengkok. Karena itu, wasiatkanlah kebaikan kepada para wanita.” (HR. Al-Bukhari)

Minggu, 17 Juni 2012

TEORI SOSIAL PSIKOANALITIK: HORNEY

TEORI SOSIAL PSIKOANALITIK: HORNEY

Karen Danielson Horney  dilahirkan di sebuah desa kecil tidak jauh dari Hamburg, sebelah utara Jerman. Ayahnya adalah seorang kapten kapal dengan berlatar belakang Norwegia, sedangkan ibunya adalah orang Belanda. Ny. Danielson berusia 17 tahun lebih muda dari suaminya dan wataknya sangat bertolak belakang dari suaminya. Ayah Horney adalah seorang yang taat beragama, bersifat menguasai dengan keras sekali, angkuh, sering murung, dan pendiam, sementara ibunya adalah seorang yang menarik, periang, dan berpikiran bebas. Ayahnya seringkali berada di laut dalam waktu lama, dan ketika berada di rumah, sifat menentang orangtua seringkali mengharuskannya untuk mengemukakan alasan-alasan.
Kita bisa melihat akar teori kepribadian Horney dari pengalaman masa kecilnya. Penulis biografi Horney, Jack Rubins, mencatat: “Teorinya merupakan hasil dari kepribadian dan lingkungan pergaulannya… yang disaring melalui kepribadiannya.” Hampir sepanjang masa kecil dan dewasanya, dia ragu jika orang tuanya, khususnya ayahnya, menginginkannya.
Horney muda mengagumi ayahnya dan sangat merindukan perhatian dan cinta kasihnya, tapi dia ditakut-takuti oleh ayahnya. Selalu teringat di benak Horney “mata biru ayahnya yang menakutkan” dan ketegangannya, sifat banyak menuntut. Pada tahun-tahun pertama Horney merasa ditolak oleh ayahnya. Ayahnya seringkali melontarkan komentar-komentar bernada meremehkan tentang penampilan dan intelegensinya. Dia merasa diremehkan dan tidak menarik, meskipun kenyataannya dia cantik.
Horney dekat dengan ibunya dan menjadi “putri pemuja,” sebagai cara untuk mendapatkan kasih sayang. Hingga usianya mencapai 8 tahun, Horney adalah seorang anak teladan, melekat dan selalu mengalah, “seperti seekor domba kecil,” tulisnya. Di tengah-tengah usahanya, dia masih saja tidak percaya bahwa dia telah memperoleh cinta kasih dan rasa aman yang dia butuhkan. Karena pengorbanan diri dan perilaku baik tidak berhasil, maka dia mengubah siasatnya.
Pada usia 9 tahun, Horney menjadi seorang anak yang ambisius dan suka melawan. Dia memutuskan bahwa jika dia tidak dapat memperoleh cinta kasih dan rasa aman, maka dia akan melakukan balas dendam kepada perasaan tidak menarik dan kurangnya. Beberapa tahun kemudian dia menulis, “Jika aku tidak bisa menjadi cantik, maka aku harus menjadi pandai.” Dia berjanji untuk selalu menjadi yang pertama di kelasnya. Ketika dewasa, dia menyadari betapa banyak rasa permusuhan yang telah dia bangun pada masa kecil. Teori kepribadian Horney menjelaskan bagaimana rasa cinta yang tidak terpenuhi pada masa kanak-kanak mendorong berkembangnya kecemasan dan permusuhan dasar.
Pada usia 12 tahun, setelah menjalani bermacam-macam perawatan untuk suatu penyakit dari seorang dokter, dia memutuskan untuk berkarier di bidang medis. Di tengah-tengah perlawanan kepada ayahnya dan perasaan tidak berharga serta putus asa, selama di SMU Horney berusaha keras untuk mewujudkan cita-citanya masuk sekolah medis. Ayahnya menolak mentah-mentah idenya, ketika dia mulai kuliah di Universitas Freiburg, ibunya meninggalkan ayahnya dan pindah.
Pada usia 24 tahun, pada 1909, Horney menikah dengan Oscar Horney, seorang pengacara dari Berlin. Waktu itu, dia mempunyai tiga anak dan ikut training psikoanalisis. Dia menerima analisis tentang dirinya dari murid kesayangan Freud, yang menyebut Horney dalam istilah-istilah yang menyala-nyala kepada sang guru.
Pada 1926, Horney dan suaminya berpisah, dan enam tahun kemudian dia pindah ke Amerika, pertama-tama bekerja di Chicago dan akhirnya menetap di New York. Di antara rekannya adalah Erich Fromm dan Harry Stack Sullivan. Selama beberapa tahun dia mengembangkan sebagian besar teorinya. Pada akhir hayatnya dia tertarik pada agama Budha Zen, dan dia telah menunjungi beberapa biara Zen di Jepang beberapa tahun sebelum meninggal.
Setiap orang mempunyai kapasitas dan keinginan untuk mengembangkan potensinya dan memang begitulah seharusnya…. Aku percaya bahwa setiap orang bisa berubah dan perubahan itu akan terus terjadi sepanjang hidupnya.
Dari kutipan di atas, jelas bahwa Karen Danielson Horney juga dapat dikelompokkan sebagai orang yang keluar dari sudut pandang Freudian ortodoks. Meskipun bukan murid langsung atau kolega Freud, namun Horney telah ditraining di tempat pelatihan resmi psikoanalitik oleh salah satu murid Freud yang paling terpercaya. Sehingga mau tidak mau dia berada di kamp Freudian dalam jangka waktu yang lama.
Horney awalnya berbeda pendapat dengan doktrin Freud dalam hal peran psikologis wanita. Sebagai seorang feminis, dia menentang psikoanalisis yang lebih berfokus pada perkembangan pria daripada wanita. Dia juga mengkounter anggapan Freud bahwa wanita dikendalikan oleh penis envy, Horney berpendapat bahwa, dalam observasinya, pria cemburu pada wanita karena kemampuan mereka untuk mengandung dan melahirkan anak. “Saya tahu banyak pria,” katanya, “dengan womb envy (cemburu kandungan) sebagaimana wanita dengan penis envy (cemburu penis).” Meskipun Horney pada mulanya berbeda pendapat dengan Freud dalam isu-isu psikologi wanita, namun pada akhirnya dia memperluas kritiknya terhadap Freud dan memperkuat posisinya, sehingga terciptalah sesuatu di antara mereka.
Pada satu sisi, teori Horney dipengaruhi oleh jenis kelaminnya, namun mungkin juga lebih dipengaruhi oleh keadaan sosial dan budaya yang membuatnya terlihat (exposed). Dia datang beberapa dekade setelah munculnya perkembangan utama Freud, dan dia merancang pokok-pokok teorinya di tengah-tengah keadaan budaya yang sangat berbeda dari Freud-Amerika Serikat. Pada 1930-1940an, terjadi perubahan pandangan mengenai jenis kelamin dan peran jenis kelamin. Perubahan ini bisa dilihat di Eropa, namun lebih nyata terlihat di Amerika. Selain itu, keadaan sosial juga berbeda di Amerika.
Horney menemukan bahwa pasien di Amerika berbeda dengan pasien di Jerman, baik dalam hal neurosa maupun kepribadian yang normal, di mana perbedaan keadaan sosial mungkin cukup menjadi alasan bagi terjadinya perbedaan kepribadian. Oleh karenanya dia berpendapat bahwa kepribadian tidak semata-mata dipengaruhi oleh keadaan biologis saja, sebagaimana dikemukakan oleh Freud. Karena jika pendapat Freud benar, maka kita tidak akan melihat perbedaan besar dalam kepribadian seseorang dari satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.
Demikianlah mengapa Horney menjadi seperti Adler, ahli teori psikologi sosial, yang lebih menekankan hubungan sosial daripada dorongan psikologis sebagai faktor yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian. Dia menolak anggapan bahwa sex adalah faktor yang menentukan, sebagaimana dinyatakan oleh Freud, dan dia juga mengambil isu dengan konsep-konsep Freud tentang Oedipus complex, libido, dan struktur kepribadian.
Dalam teori Horney, pusat kepribadian bukanlah sex atau agresi tapi kebutuhan dan usaha untuk memperoleh rasa aman. Seperti Adler, pandangan Horney mengenai sifat dasar manusia juga cenderung memuji dan optimis: kita dapat mengatasi kecemasan kita dan dapat tumbuh serta mengembangkan potensial kita semaksimal mungkin.
Menurut pandangan Karen Horney, manusia mengawali hidupnya dengan perasaan tidak berdaya menghadapi kekuatan dunia yang secara potensial penuh permusuhan (potentially hostile world) sehingga anak sepenuhnya bergantung pada orangtua agar dapat bertahan. Secara alami, anak mengalami kecemasan (anxiety), ketidakberdayaan (helpless) dan kerentanan (vulnerability) sehingga tanpa bimbingan dari orangtua dalam membantu anak belajar mengatasi ancaman dari luar dirinya, maka anak akan mengembangkan basic anxiety yang menjadi dasar dari tumbulnya konflik-konflik di masa mendatang.
Basic anxiety adalah konsep utama Horney, yang mengacu pada perasaan terisolasi dan tidak berdaya seorang anak dalam potentially hostile world. Secara umum, Horney menyatakan bahwa segala sesuatu yang menggangu rasa aman dalam hubungan anak dengan orangtuanya akan menghasilkan basic anxiety. Kecemasan dasar (basic anxiety) berasal dari rasa takut; suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tak berteman dan tak berdaya dalam dunia penuh ancaman. Kecemasan ini membuat individu yang mengalaminya yakin bahwa dirinya harus dijaga untuk melindungi keamanannya. Kecemasan ini juga cenderung direpres, atau dikeluarkan dari kesadaran, karena menunjukkan rasa takut bisa membuka kelemahan diri, dan menunjukkan rasa marah berisiko dihukum dan kehilangan cinta dan keamanan. Individu kemudian mengalami proses melingkar, yang oleh Horney dinamakan lingkaran setan (vicious circle). Dimulai sejak lahir, individu membutuhkan kehangatan dan kasih sayang untuk dapat menghadapi tekanan lingkungan. Apabila kehangatan dan kasih sayang tidak cukup diperoleh, maka individu menjadi marah dan muncul perasaan permusuhan karena diperlakukan secara salah. Tetapi kemarahan harus direpres agar perolehan cinta dan rasa aman yang tidak cukup itu tidak hilang sama sekali. Hal ini membuat perasaan menjadi kacau, maka munculah kecemasan dasar dan kemarahan dasar, yang semakin meningkatkan kebutuhan kasih sayang dan cinta. Hal ini kemudian juga meningkatkan kemungkinan akan semakin banyaknya kebutuhan kasih sayang yang tidak terpenuhi, sehingga semakin kuat pula perasaan marah yang timbul. Yang kemudian terjadi adalah perasaan permusuhan menjadi semakin kuat, dan represi harus semakin kuat dilakukan agar perolehan kasih sayang yang hanya sedikit itu tidak hilang. Tegangan perasaan kacau, marah, dan gusar semakin kuat, yang kemudian kembali menguatkan kecemasan dan kemarahan dasar, dan akan semakin parah apabila lingkaran tersebut terus menerus terjadi. Teori Horney tentang neurosis didasarkan pada konsep gangguan psikis yang membuat orang terkunci dalam lingkaran yang membuat tingkah laku tertekan dan tidak produktif terus menerus semakin parah.
Terdapat banyak faktor dalam lingkungan yang dapat menyebabkan timbulnya rasa tidak aman pada seorang anak, yaitu yang disebut oleh Horney sebagai basic evil, yang meliputi dominasi langsung maupun tidak langsung, pengabaian, penolakan, kurangnya perhatian terhadap kebutuhan anak, kurangnya bimbingan, penghinaan, pujian yang berlebihan atau tidak adanya pujian sama sekali, kurangnya kehangatan, terlalu banyak atau tidak adanya tuntutan tanggung jawab, perlindungan yang berlebihan, diskriminasi, dan lain sebagainya. Rasa tidak aman (insecure) membuat anak mengembangkan berbagai strategi untuk mengatasi perasaan-perasaan isolasi dan tak berdayanya. Ia bisa menjadi bermusuhan dan ingin membalas dendam terhadap orang-orang yang menolaknya atau berbuat sewenang-wenang terhadap dirinya. Anak juga bisa menjadi sangat patuh supaya mendapatkan kembali cinta yang dirasakannya telah hilang. Strategi lain adalah anak mengembangkan gambaran diri yang tidak realistik, yang diidealisasikan, sebagai kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferioritasnya.
Menurut Horney, terdapat sepuluh strategi yang merupakan konsekuensi pencarian solusi bagi hubungan yang terganggu antara anak dan orang tua yang disebut neurotic trends atau neurotic needs, yaitu:
1.      Kebutuhan neurotik akan afeksi dan pengakuan.
2.      Kebutuhan neurotik akan pasangan yang dapat mengurusi dirinya.
3.      Kebutuhan neurotik untuk membatasi hidupnya secara sempit.
4.      Kebutuhan neurotik akan kekuasaan.
5.      Kebutuhan neurotik untuk mengeksploitasi orang lain.
6.      Kebutuhan neurotik akan prestise.
7.      Kebutuhan neurotik untuk dikagumi.
8.      Kebutuhan neurotik untuk ambisi dan berprestasi.
9.      Kebutuhan neurotik akan self-sufficiency dan kemandirian serta
10.  Kebutuhan neurotik akan kesempurnaan dan ketaktercelaan.
Selanjutnya, Horney mengklasifikasikan sepuluh kebutuhan tersebut menjadi tiga orientasi menghadapi dunia, yaitu:
1.      moving toward people (kebutuhan nomor: 1,2,3)
2.      moving against people (kebutuhan nomor: 4,5,6,7,8)
3.      moving away from people (kebutuhan nomor: 9,10)
Orang-orang yang berorientasi moving toward people memiliki ciri-ciri seperti menganggap orang lain mempunyai arti yang sangat penting dalam hidupnya, mempunyai sikap tergantung pada orang lain, ingin disenangi, dicintai dan diterima, bersikap intrapunitif (suka menghukum/ menyalahkan diri sendiri) serta mengorbankan diri sendiri dan tidak individualistis. Bagi orang yang berorientasi moving against people mempunyai ciri-ciri seperti bersikap agresif, oposisional (bertentangan dengan orang lain), ingin menguasai dan menindas orang lain, tidak pernah memperlihatkan rasa takut maupun rasa belas kasihan serta menjalin hubungan dengan orang lain berdasarkan pertimbangan untung dan rugi. Sementara untuk orang yang memiliki orientasi moving away from people, mempunyai ciri-ciri seperti menjauh atau lari dari realitas, tidak mau mengadakan keterlibatan emosi dengan orang lain baik dengan mencintai, berkelahi atau berkompetisi dan individu ini selalu berusaha agar bisa hidup tanpa orang lain dan benar-benar tidak ingin tergantung pada orang lain. Ketiga orientasi di atas ada dalam diri tiap orang karena ketiga sikap ini ada dalam lingkungan sosial atau masyarakat dimana sikap itu berkembang. Pada orang-orang yang normal, ketiga orientasi tersebut dapat berjalan secara seimbang dan fleksibel dimana ketiga orientasi ini dapat saling mengisi satu sama lain dan dapat menjadi sesuatu yang harmonis. Sementara pada orang-orang neurotik, ketiga orientasi ini berjalan secara kaku dimana mereka hanya menggunakan salah satu orientasi sehingga tidak produktif dan menghambat orang tersebut memenuhi potensi-potensinya.
Horney tidak mengabaikan faktor intrapsikis dalam perkembangan kepribadian. Menurutnya, proses intrapsikis semula berasal dari pengalaman hubungan antar pribadi, yang sesudah menjadi bagian dari sistem keyakinan, proses intrapsikis itu mengembangkan eksistensi dirinya terpisah dari konflik interpersonal. Untuk dapat memahami konflik intrapsikis yang sarat dengan dinamika diri, Horney memaparkan empat macam konsep diri, yaitu diri rendah (despised real self), diri nyata (real self), diri ideal (ideal self), dan diri aktual (actual self). Konflik intrapsikis yang yang terpenting adalah antara gambaran diri ideal dengan diri yang dipandang rendah. Membangun diri-ideal adalah usaha untuk memecahkan konflik dengan membuat gambaran bagus mengenai diri sendiri. Diri rendah adalah kecenderungan yang kuat dan irasional untuk merusak gambaran nyata diri. Ketika individu membangun gambaran diri ideal, gambaran diri nyata dibuang jauh-jauh. Ini menimbulkan keterpisahan yang semakin jauh antara diri nyata dengan diri ideal, dan mengakibatkan pengidap neurotik membenci dan merusak diri aktualnya, karena gambaran diri aktual itu tidak bisa disejajarkan dengan kebanggaan gambaran diri ideal. Kebanggaan neurotik adalah kebanggaan yang semu, bukan didasarkan akan pandangan diri yang realistis, tetapi didasarkan pada gambaran palsu dari diri ideal. Kebanggaan neurotik didasarkan pada gambaran diri ideal dan biasanya diumumkan keras-keras dalam rangka melindungi dan mendukung pandangan kebanggaan akan diri sendiri. Orang neurotik memandang dirinya sebagai orang yang mulia, hebat dan sempurna, sehingga kalau orang lain tidak memperlakukan mereka dengan pertimbangan khusus, orang itu menjadi sedih.

Keamanan dan Kepuasan
Horney sependapat dengan Freud dalam pandangan tentang pentingnya masa-masa awal kehidupan dalam membentuk kepribadian di masa dewasa. Namun dia berbeda dalam hal bagaimana kepribadian terbentuk secara spesifik. Horney merasa bahwa pada masa kanak-kanak, bukan faktor biologis, namun faktor sosiallah yang mempengaruhi perkembangan kepribadian. Tidak ada tahapan universal dalam perkembangan maupun konflik masa kecil yang tak terelakkan. Namun yang menentukan adalah hubungan sosial antara anak dan orang tua.
Horney percaya bahwa masa kecil ditandai oleh dua kebutuhan: kebutuhan terhadap rasa aman dan kepuasan. Keduanya merupakan dorongan yang bersifat universal dan sangat penting. Namun dalam teorinya Horney beranggapan bahwa rasa aman jauh lebih penting daripada kepuasan. Belakangan, sejumlah kebutuhan dasar fisiologis dimasukkan dalam kebutuhan yang lebih sederhana. Manusia membutuhkan sejumlah makanan, air, aktifitas seksual, tidur, dsb. Tentu saja, baik bayi maupun orang dewasa tidak bisa hidup lama tanpa terpenuhinya syarat-syarat ini, namun hal ini bukanlah suatu yang pokok dalam pembentukan kepribadian.
Menurut Horney - apa yang menentukan kepribadian - yang utama adalah kebutuhan rasa aman, yang berarti perlindungan dan bebas dari rasa takut. Ada-tidaknya rasa aman dan ketakutan akan menentukan tingkat normal-tidaknya perkembangan kepribadian selanjutnya.
Rasa aman seorang anak sepenuhnya tergantung pada perlakuan yang diterimanya dari orang tua. Secara umum, Horney merasa bahwa cara orang tua yang memperlemah atau mencegah rasa aman adalah untuk menunjukkan tidak adanya kehangatan dan kasih sayang terhadap anak, dan keadaan inilah yang dialami Horney sewaktu kecil. Dia percaya bahwa anak-anak bisa bertahan terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan trauma tanpa berakibat menyakitkan seperti dipukul, pengalaman seksual sebelum waktunya, atau menghentikan menyusui secara tiba-tiba, selama mereka merasa diinginkan dan dicintai sehingga merasa aman.
Namun orang tua bisa saja melakukan berbagai perlakuan yang bisa mengurangi rasa aman dan dengan demikian menimbulkan rasa permusuhan pada diri anak. Perlakuan tersebut seperti: pilih kasih terhadap saudara kandung secara terang-terangan, hukuman yang tidak adil, perilaku yang tak menentu, janji yang tidak ditepati, ejekan, hinaan, dan pengasingan anak dari orang lain. Horney juga percaya bahwa seorang anak mengetahui jika cinta orang tua bersifat apa adanya dan tidak mudah dikelabui dengan ungkapan dan ekspresi cinta secara palsu. Karena beberapa alasan, rasa permusuhan yang timbul pada anak mungkin akan di represi. Alasan-alasan ini meliputi: rasa tidak berdaya, takut pada orang tua, kebutuhan terhadap ekspresi cinta, dan rasa bersalah.
Horney sangat menekankan rasa tidak berdaya pada bayi. Namun tidak seperti Adler, dia tidak percaya bahwa setiap bayi perlu merasa tidak berdaya, meskipun ketika perasaan ini muncul dapat mendorong berkembangnya perilaku neurotik. Ada-tidaknya perasaan tak berdaya yang dialami anak tergantung pada bagaimana orang tua memperlakukan mereka. Keadaan anak yang terlalu dilindungi, dimanja, dan dibiasakan untuk tergantung, akan mendorong timbulnya rasa tidak berdaya. Semakin anak merasa tidak berdaya, maka dia semakin tidak berani menentang atau memberontak kepada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa rasa permusuhan direpresi. Sebagaimana ditulis oleh Horney, akibatnya, anak yang berada dalam situasi seperti ini akan mengatakan: “Aku harus merepresi rasa permusuhanku, karena aku butuh kamu.”
Seorang anak dapat dengan mudah dibuat merasa takut kepada orang tuanya melalui hukuman, ancaman, atau pukulan. Ada banyak hal berbau intimidasi yang bisa diberikan. Seorang anak dapat dibuat merasa kuatir dan takut kepada kuman, mobil jalan, anjing, orang asing, atau anak lain melalui pengamatan mereka terhadap apa yang orang tua mereka katakan dan lakukan berkenaan dengan hal-hal tersebut. Semakin takut seorang anak terhadap hal-hal “berbahaya” di sekitarnya dan orang tua mereka, semakin mereka merepresi rasa pemusuhan terhadap orang tua mereka. Inilah pikiran anak ketika berkata: “Aku harus merepresi rasa permusuhan karena aku takut kepadamu.”
Sebaliknya, cinta dapat menjadi alasan lain bagi anak untuk merepresi rasa permusuhan terhadap orang tuanya. Horney menunjukkan situasi di mana orang tua terus-menerus mengatakan kepada sang anak betapa mereka mencintainya dan berapa banyak pengorbanan mereka untuk sang anak, namun tidak merasakan kehangatan dan cinta yang sebenarnya. Sang anak mengenali bahwa ekspresi-ekspresi verbal ini adalah pengganti bagi cinta yang lebih dalam. Hal-hal inilah yang dimiliki oleh anak-anak, dan mereka merepresi rasa permusuhan karena takut kehilangan hal-hal tersebut.
Ada tiga faktor - rasa tidak berdaya, takut, dan cinta - yang dapat menyebabkan seorang anak merepresi rasa permusuhan untuk menghindari rusaknya hubungan mereka dengan orang tua mereka. Seorang anak harus memilih antara membutuhkan mereka, takut kepada mereka, atau takut kehilangan cinta yang mereka tawarkan, seperti apapun cinta itu.
Ada sebuah alasan terakhir mengapa rasa permusuhan direpresi. Pada budaya kita, anak seringkali dibuat merasa bersalah ketika mengungkapkan rasa permusuhan atau memberontak orang tua. Anak dibuat merasa tidak berharga, jahat, atau berdosa ketika menyimpan rasa marah. Semakin seorang anak merasa bersalah, semakin dalam dia merepresi rasa pemusuhan.
Karena alasan-alasan ini, maka anak bertahan dalam rasa permusuhan. Pada akhirnya rasa marah yang direpresi ini dimanifestasikan dalam bentuk suatu keadaan yang oleh Horney disebut “basic anxiety” (kecemasan dasar).

Kecemasan Dasar
Kecemasan dasar adalah konsep fundamental dalam teori kepribadian Horney. Horney mendefinisikannya sebagai “keburukan hati yang meningkat, yaitu meliputi keseluruhan perasaan kesepian dan ketidakberdayaan di dunia yang fana.” Kecemasan dasar adalah dasar dimana neurosa terakhir berkembang, dan ini tidak dapat dipisahkan dengan perasaan permusuhan yang didiskusikan pada bagian sebelumnya.
Sebagaimana yang diindikasikan oleh definisinya, kecemasan dasar adalah meliputi keseluruhan; ini mendasari keseluruhan hubungan yang telah atau akan dibentuk oleh individu dengan individu lain. Horney menggambarkan analogi antara seseorang yang menderita kecemasan dasar dan negara yang mengalami pergolakan politik. Kecemasan dan kerusuhan diantara individu serupa dengan pergolakan bawah tanah dan protes terhadap pemerintah. Pada kasus lain, pergolakan internal mungkin dimanifestasikan secara overt—dengan pemogokan ataupun riot dalam suatu negara atau simtom neurotik pada seorang individu.
Dengan mengabaikan bagaimana seseorang memanifestasikan atau mengekspresikan kecemasan dasar, Horney berpendapat bahwa keadaan perasaan setiap orang adalah kurang lebih sama. Orang merasakan perasaan “kecil, tidak signifikan, tidak berdaya, ditinggalkan, terancam di dunia yang ditunjukkan dalam sikap penyalahgunaan, penipuan, penyerangan, penghinaan, pengkhianatan…”. Dapat dimengerti bahwa individu, khususnya pada masa anak-anak, akan berusaha untuk melindungi dirinya melawan perasaan kecemasan yang kuat ini. Horney menuliskan bahwa, pada kebudayaan kita, setidaknya ada empat pertahanan-diri: mendapatkan kasih sayang, menjadi patuh, memperoleh kekuatan dan penarikan diri.
Dengan mengamankan rasa kasih sayang dan cinta dari orang lain, seseorang mengatakan: “jika kamu mencintaiku, kamu tidak akan menyakitiku.” Ada beberapa cara dimana seseorang dapat mengamankan kasih sayang. Dia mungkin, misalnya, mencoba untuk melakukan apa saja yang diinginkan orang lain, atau mungkin mencoba untuk menyuap atau bahkan mungkin mengancam seseorang agar memberikan hasrat kasih sayang mereka.
Kepatuhan dalam arti pertahanan-diri melibatkan pemenuhan harapan dari seseorang atau harapan semua orang. Seperti seseorang yang berusaha menghindari perbuatan yang akan menyakiti orang lain. Seseorang berani untuk tidak mengkritik atau cara lain misalnya menyerang, harus menekan kebutuhan dan hasrat mereka, dan tidak dapat pula melindungi diri mereka terhadap penyalahgunaan dari rasa takut sebagai reaksi defensif, yang mungkin akan menyakiti orang yang menyakitinya. Horney mengatakan bahwa kebanyakan orang patuh percaya bahwa mereka benar-benar tidak egois dan melakukan pengorbanan-diri. Seperti halnya seseorang yang mengatakan “jika aku mengalah, itu tidak akan menyakitkan.” Ini mungkin menunjukkan tingkahlaku Horney sendiri—“seperti seekor domba”—hingga usia 9 tahun.
Mendapatkan kekuatan dari orang lain adalah mekanisme pertahanan-diri yang ketiga. Dengan cara ini seseorang dapat mengompensasikan perasaan ketidakberdayaannya dan mendapatkan rasa aman melalui perolehan kesuksesan atau melalui perasaan superior terhadap orang lain. Seperti halnya orang yang mengatakan: “jika aku punya kekuatan, tidak ada seorangpun yang dapat menyakitiku.” Mungkin, ini menggambarkan Horney yang memutuskan untuk bekerja keras untuk kesuksesan akademiknya.
Ketiga instrumen pertahanan-diri ini memiliki satu kesamaan aspek. Dengan menggunakan salah satu di antaranya, seseorang berusaha untuk menanggulangi kecemasan dengan cara berinteraksi dengan orang lain. Pertahanan-diri dari kecemasan dasar yang terakhir adalah penarikan-diri (withdrawal) dari orang lain, tidak secara fisik, tetapi secara psikologis. Seseorang berusaha menjadi sepenuhnya terbebas dari orang lain, tidak bersandar pada orang manapun untuk mendapatkan kepuasan dari kebutuhan eksternal maupun internal.
Sebagai contoh, jika seseorang mendapatkan kepemilikan material yang sangat banyak, dia akan dapat mengandalkan dirinya (atau benda yang dimilikinya) untuk kepuasan eksternalnya. Sayangnya, kalaupun seseorang menimbun setumpuk kepemilikan, dia mungkin dengan terlalu banyak kecemasan dalam menikmatinya. Dia harus melindungi kepemilikannya dengan tekun sekali karena kepemilikan ini adalah satu-satunya perlindungan terhadap ancaman kecemasan.
Kebebasan yang dianggap sebagai kebutuhan psikologis seseorang akan diperoleh dengan cara menjauh dan melepaskan diri dari orang lain, tidak lagi bergantung pada orang lain untuk mendapatkan kepuasan dari kebutuhan emosionalnya. Pada kenyataannya, ini melibatkan lebih dari itu; ini melibatkan penumpulan peminimalisiran dari kebutuhan emosional seseorang, dengan menarik-diri dari kontak emosional dan melepaskan kebutuhan emosional seseorang, seseorang melindungi dirinya dari rasa sakit yang diberikan orang.
Keempat mekanisme pertahanan-diri ini memiliki satu tujuan: bertahan terhadap kecemasan. Mereka berorientasi untuk mendapatkan keamanan dan penentraman hati, bukan untuk kebahagiaan atau kesenangan dengan kata lain, mereka bertahan melawan rasa sakit, bukan mencari kesejahteraan.
Karakteristik umum lain dari alat perlindungan ini adalah kekuatan dan intensitasnya. Horney percaya mereka akan menjadi lebih kuat dengan memaksakan tenaga daripada kebutuhan seksual ataupun kebutuhan fisiologis lainnya. Dan alat ini dapat bekerja. Mereka dapat memenuhi tujuan mereka yaitu mengurangi kecemasan tetapi individu biasanya memiskinkan kepribadiannya dan mengalami konflik dengan lingkungannya.
Sangat sering orang neurotis mengejar pencariannya akan keamanan dengan menggunakan lebih dari satu alat saja, dan ketidakcocokannya dapat mengarahkan pada konflik yang lebih hebat misalnya, seseorang pada waktu yang sama, mungkin akan diarahkan pada kebutuhan untuk mendominasi orang lain dan sekaligus dicintai oleh mereka. Dia mungkin ingin menjadi patuh pada orang lain sejalan dengan memiliki hasrat menguasai orang lain. Sepertinya ketidakcocokan ini tidak dapat diselesaikan. Jadi, berusaha untuk melawan kecemasan dasar dapat membentuk dasar dari konflik yang mendalam.
Horney mengatakan bahwa setiap mekanisme pertahanan diri ini dapat menjadi bagian dari permanen dari kepribadian yang dapat diasumsikan bahwa karakteristik kebutuhan atau dorongan menentukan tingkah laku seseorang. Pada waktu yang sama Horney menyebutkan sepuluh kebutuhan, dimana didefinisikan sebagai neurotik karena dia berpikir bahwa kebutuhan ini bukanlah solusi irasional terhadap masalah seseorang. Sepuluh kebutuhan neurotik terdapat di bawah ini:
1.      kasih sayang dan penerimaan
2.      partner dominan dalam kehidupan
3.      batas hidup yang sempit dan terbatas
4.      kekuatan
5.      eksploitasi
6.      prestise
7.      kebanggaan personal
8.      perolehan atau ambisi personal
9.      kecukupan-diri dan kebebasan
10.  kesempurnaan dan ketakterbantahan

Horney menambahkan bahwa setiap orang memiliki kebutuhan-kebutuhan ini pada tingkatan tertentu. Banyak dari kita menyadari bahwa pada waktu tertentu kita merasakan kebutuhan untuk memanfaatkan orang lain atau terbebas dari mereka, kebutuhan akan kasih sayang dan penerimaan dan sebagainya.
Tidak satupun dari kebutuhan ini selamanya neurotik atau abnormal, tetapi tampak sementara. Apa yang membuat mereka neurotik adakah intensitas dan kompulsifitas pengejaran dari kepuasan mereka sebagaimana cara mengatasi kecemasan dasar. Dalam kasus ini, kepuasan mereka tidak dapat menolong pengamanan perolehan individu tetapi hanya dapat menolong mereka dari rasa sakit akibat kecemasan. Dan juga ketika mengejar kepuasan kebutuhan ini hanya untuk menghindari kecemasan, seseorang berusaha untuk fokus pada satu-satunya kebutuhan dan mencari kepuasannya secara kompulsif dalam berbagai situasi.
Dalam pekerjaan terakhirnya, Horney menjadi tidak puas dengan sepuluh kebutuhannya, atau setidaknya menyebutkannya secara individu. Dia menyadari bahwa kebutuhan ini dapat dikelompokkan setidaknya dalam tiga kelompok, tiap-tiap kelompok merepresentasikan sikap mereka terhadap diri sendiri dan orang lain. Secara khusus, dia berkata bahwa tiap-tiap kebutuhan melibatkan salah satu berikut ini: gerakan menuju orang lain, gerakan melawan orang lain, atau gerakan menjauh dari orang lain. Sebagai contoh, kebutuhan (1) dan (2)—untuk kasih sayang/penerimaan dan untuk partner dominan—melibatkan gerakan menuju orang lain. Bergerak melawan orang lain termasuk kekuatan eksploitasi, prestise, pemujaan, dan ambisi akan kebutuhan. Kebutuhan akan kecukupan-diri, untuk kesempurnaan, dan untuk pembatasan hidup yang terbatas melibatkan gerakan menjauh dari orang lain. Horney menyebut tiga kategori gerakan direksional ini sebagai kecenderungan neurotik.

Idealisasi self-image (gambaran-diri)
Horney menyatakan bahwa kita semua—normal maupun neurotik—membangun self-image sebagai gambaran idealisasi dari diri kita sendiri yang mungkin ataupun tidak didasarkan dari realitas. Pada orang normal, self-image dibangun dalam penilaian yang realistik pada kemampuan dirinya, potensi, kelemahan, tujuan dan hubungan dengan orang lain. image ini akan memberikan sebuah perhatian terhadap kesatuan dan penyatuan terhadap seluruh kepribadian dan menjadi suatu frame of referennce dari apa yang kita temui dalam diri kita sendiri maupun orang lain. Agar kita mampu meraih tujuan akhir dari realisasi diri (self-realization)—perkembangan maksimum dan pemenuhan terhadap potensi-potensi yang kita miliki—self-image kita secara jelas merefleksikan diri kita sebenarnya.
Apa yang dialami neurotik, yang mengalami konflik antara perilaku model yang pada dasarnya bertentangan? melalui kebijakan konflik ini, the self (diri), kepribadian, berada dalam ketidak-utuhan dan ketidaselarasan. Bagaimana individu mampu menyatukan dan mengutuhkan tuntutan yang berbeda-beda ini?
Para penderita neurotik ini membangun sebuah self-image ideal untuk tujuan yang sama sebagai orang normal; untuk menyatukan kepribadiannya. Usaha dalam menyatukan menyebabkan kegagalan, bagaimanapun juga, karena model dari perkembangan diri pada neurotis ini tidak sesuai dengan kenyataan. Gambaran ini hanyalah ilusi bukanlah hal ideal yang mampu diraih.
Walaupun self-image neurotis jauh terbuang dari realitas, meskipun demikian hal tersebut nyata dan akurat bagi diri mereka. Orang lain bisa dengan mudah melihat sepanjang gambaran yang salah tersebut, tetapi tidak bagi orang neurotik. Orang neurotik percaya bahwa ketidaklengkapan dan hal yang menyesatkan dalam self-image mereka yang mereka pegang adalah nyata. Self-image ideal orang-orang neurotik merupakan sebuah jalan dari apa yang mereka rasakan, yang mereka bisa lakukan atau yang seharusnya mereka lakukan.
Self-image seorang realistik fleksibel dan dinamis, berubah seperti halnya individu yang berubah. Hal ini merefleksikan kekuatan baru, perkembangan baru dan kesadaran dan tujuan baru. Gambaran realistik selalu, terbagi, tujuan merupakan sesuatu untuk berusaha. Selanjutnya dua hal tersebut merefleksikan dan menuntun seseorang.
Self-image seorang neurotik, bagaimanapun juga, statis, tidak fleksibel dan keras kepala. Hal tersebut bukanlah suatu tujuan tetapi gagasan yang telah diatur, bukan suatu dorongan atau suatu pancingan ataupun tolak ukur untuk tumbuh tetapi halangan baginya. Hal ini akan menjadi sebuah kediktaktoran, tuntutan ketaatan atau kepatuhan yang kaku terhadap larangan tersebut.
Self-image dari neurotik bertindak sebagai pengganti ketidakpuasan terhadap rasa yang didasarkan pada realitas terhadap self-worthy dan self-confidence (kepantasan dan kepercayaan diri). Seorang neurotik memiliki sedikit percaya diri karena mereka merasa tidak aman atau cemas dan self-image mereka yang salah tidak membolehkan mereka untuk memperbaiki kekurangan mereka. Hal ini hanya menunjukkan sebuah rasa kepura-puraan terhadap kebanggaan dan kepantasan diri mereka.
Self-image bertindak untuk mengasingkan para neurotik ini bahkan jauh dari diri mereka sendiri. Selanjutnya. Berkembang untuk mendamaikan cara-cara yang bertentangan dalam perilaku, self-image neurotik menjadi satu elemen lebih dalam konflik dasar. Jauh dari pemecahan masalah, hal tersebut hanya menggabungkan ke dalamnya dan untuk menumbuhkan rasa kegagalan. Puncak pengabaian atau kerusakan dalam self-image neurotik yang ideal mengancam superioritas dan keamanan yang seluruh bangunannya telah dibangun untuk disediakan bagi self-image tersebut. Hal tersebut merupakan struktur yang lemah, dibangun dengan pemikiran yang salah, dengan fondasi yang lemah pada kenyataannya. Hal kecil saja yang dibutuhkan untuk merobohkannya. Horney menulis bahwa self-image neurotik merupakan, “harta karun didalam rumah yang diisi dengan dinamit.”


Teknik Pemeriksaan
Metode yang Horney gunakan untuk memeriksa kedalam keberfungsian kepribadian manusia secara esensi didukung oleh Freud—asosiasi bebas dan analisa mimpi–walaupun dengan modifikasi tertentu. Mungkin kebanyakan dasar yang berbeda dalam teknik antara Freud dan Horney adalah dalam hal hubungan antara analisis dan pasien. Horney percaya bahwa Freud memainkan peranan yang terlalu pasif dan terlalu jauh dan intelektual. Beliau percaya bahwa analisis seharusnya menjadi suatu “usaha untuk memulai suatu kerja sama secara halus” antara pasien dan terapis, walaupun analisis dengan sengaja memimpin proses yang ada.
Perbedaan besar lainnya antara Freud dan Horney adalah hubungan yang terbagi secara luas pada materi masa kanak-kanak dalam analisis. Menyingkat pemusatan pada pengalaman masa awal kanak-kanak dan memori, Horney menekankan kehadiran seseorang. Masa kanak-kanak tidak diabaikan dalam pendekatan Horney—sesungguhnya beliau menemukan bahwa materi masa kanak-kanak hampir selalu ditampilkan—tapi tujuannya adalah untuk menemukan pengaruh neurotik pada pasien yang mengikuti kehidupannya saat ini.
Horney juga menggunakan analisa mimpi dalam praktiknya, yakin bahwa mimpi menyatakan kebenaran diri seseorang. Mereka mewakili usaha untuk memecahkan konflik, maupun dengan cara yang konstruktif ataupun neurotis. Mereka mampu mengindikasikan kepada seseorang sebuah susunan sikap dalam diri mereka yang mungkin sangat berbeda dari dunia kepura-puraan yang ada dalam self-image diri mereka. Selama dengan Freud, Horney mempercayai bahwa maksud sebenarnya dari interpretasi harus diinterpretasi melalui analisis. Bagaimanapun juga, beliau tidak sering mendaftar simbol umum. Tiap mimpi, beliau pikir harus diinterpretasikan dalam sebuah konteks dari masalah pasien.
Ketika beliau menggunakan asosiasi bebas dan analisis mimpi sebagai teknik penting dalam pemeriksaan, Horney tidak mendisiplinkan dirinya hanya untuk metode tersebut. Mempercayai bahwa tiap orang unik dan memberikan masalah analisis yang belum pernah ditemui sebelumnya, beliau sangat fleksibel mengenai seberapa baiknya membongkar masalah pasien. Seorang analisis, beliau menyatakan pasti penyesuaian diri cukup untuk digunakan sebagai saran terbaik yang sesuai untuk tiap pasien.

PENGGAMBARAN HORNEY TENTANG SIFAT MANUSIA
Seperti yang telah kita lihat pada permulaan bagian ini, gambaran Horney tentang kita, seperti milik Adler, yaitu mempertimbangkan lebih optimis daripada milik Freud. Mungkin dasar paling penting untuk keoptimisan ini adalah kepercayaannya yang kuat bahwa kita tidak didominasi oleh kekuatan atau dorongan biologis untuk masalah, kecemasan (anxiety), neuroses, atau untuk suatu universalitas kepribadian.
Pada Horney, setiap manusia adalah unik. Perilaku neurotic, tentu saja, dapat terjadi dan dapat hilang, tapi, ketika hal ini terjadi, merupakan hasil dari kekuatan (dorongan) sosial-kondisi-kondisi yang terjadi pada masa awal kanak-kanak. Kondisi ini juga dapat memenuhi atau menggagalkan kebutuhan anak-anak untuk keamanan dan perlindungan. Jika kondisi ini menggagalkan kebutuhan-kebutuhan tersebut, hasilnya adalah perilaku neurotik.
Jadi neuroses dan masalah bukan merupakan kondisi yang sudah harus diterima oleh manusia. Mereka dapat menghindarinya, Horney menegaskan agar anak-anak dibesarkan di rumah yang memberikan perlindungan, kepercayaan, cinta dan penerimaan yang genuine. Horney mencatat bahwa neurotik adalah “seorang anak tiri dari kebudayaan kita.”
Horney percaya bahwa dengan memberikan kondisi yang tepat pada masa anak-anak, banyak anak akan tumbuh dan berkembang di dalam kepribadian dewasa yang berintegrasi dengan baik dan menyatu. Setiap orang memiliki potensi yang dibawa sejak lahir untuk melakukan realisasi diri (seif-realization). Keinginan untuk berkembang yang ada sejak lahir, dan ini merupakan keistimewaan dan kebutuhan kita untuk mencapai tujuan dalam hidup.
Horney juga percaya, agak setuju dengan Adler, bahwa kita memiliki kapasitas untuk dengan sadar membentuk dan mengubah kepribadian kita, individu-individu dan lingkungan sosial dapat merubah lebih baik. Neuroses dapat dicegah oleh kondisi masa kanak-kanak yang tepat. Sifat manusia atau kepribadian. Karena fleksibel, bukan merupakan bakat dalam pembentukan pada masa kanak-kanak. Setiap orang memiliki kapasitas untuk mengubah pada cara mendasar. Pengalaman terakhir, kemudian mungkin sama pentingnya dengan masa kanak-kanak itu.
Kemampuan perkembangan diri tiap individu bahwa dia menegaskan analisis diri dalam kerja terapeutiknya dimanapun yang memungkinkan. Dia menulis buku yang berjudul “Self-Analysis” yang memperdebatkan pada kebaikan kemampuan individu untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Self knowledge, dia mengatakan, yang artinya merupakan kebebasan kemampuan kita untuk berkembang secara spontan. Pencarian self-knowledge merupakan suatu hak dan kewajiban. Setiap dari kita mampu membentuk hidup kita sendiri dan meraih realisasi diri (self realization). Oleh karena itu, perilaku kita tidak sepenuhnya dapat ditentukan.


TEORI BELAJAR: SKINER

TEORI BELAJAR: SKINER

Burhuss Frederic Skinner lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di sebuah kota kecil bernama Susquehanna, Pennsylvania. Ayahnya adalah seorang pengacara dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik. Ia merefleksikan tahun-tahun awal kehidupannya sebagai suatu masa dalam lingkungan yang stabil, di mana belajar sangat dihargai dan disiplin sangat kuat. Skinner mendapat gelar BA-nya dalam sastra bahasa inggris pada tahun 1926 dari Presbyterian-founded Humilton College. Setelah wisuda, ia menekuni dunia tulis menulis sebagai profesinya selama dua tahun. Pada tahun 1928, ia melamar masuk program pasca sarjana psikologi Universitas Harvard. Ia memperoleh MA pada tahun 1930 dan Ph.D pada tahun 1931. Pada tahun 1945, dia menjadi kepala departemen psikologi Universitas Indiana. Kemudian 3 tahun kemudian, tahun 1948, dia diundang untuk datang lagi ke Universitas Harvard. Di Universitas tersebut dia menghabiskan sisa karirnya. Skinner adalah seseorang yang aktif dalam berbagai kegiatan, seperti melakukan berbagai penelitian, membimbing ratusan calon doktor, dan menulis berbagai buku. Meski tidak sukses sebagai penulis buku fiksi dan puisi, ia menjadi salah satu penulis psikologi terbaik. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Walden II. Pada tanggal 18 Agustus 1980, Skinner meninggal dunia karena penyakit Leukemia

Asumsi Dasar
Skinner memiliki tiga asumsi dasar dalam membangun teorinya:
1.      Behavior is lawful (perilaku memiliki hukum tertentu)
2.      Behavior can be predicted (perilaku dapat diramalkan)
3.      Behavior can be controlled (perilaku dapat dikontrol)
Skinner juga menekankan mengenai functional analysis of behavior yaitu analisis perilaku dalam hal hubungan sebab akibat, dimana penyebabnya itu sendiri (seperti stimuli, deprivation, dsb) merupakan sesuatu yang dapat dikontrol. Hal ini dapat mengungkapkan bahwa sebagian besar perilaku dalam kejadian antesedennya berlangsung atau bertempat pada lingkungan. Kontrol atas events ini membuat kita dapat mengontrol perilaku.

Tipe Perilaku
Skinner mengajukan dua klasifikasi dasar dari perilaku: operants dan respondents. Operant adalah sesuatu yang dihasilkan, dalam arti organisme melakukan sesuatu untuk menghilangkan stimulus yang mendorong langsung. Contohnya, seekor tikus lari keluar dari labirin, atau seseorang yang keluar dari pintu. Respondent adalah sesuatu yang dimunculkan, dimana organisme menghasilkan sebuah respondent sebagai hasil langsung dari stimulus spesifik. Contohnya, seekor anjing yang mengeluarkan air liur ketika melihat dan mencium bau makanan, atau seseorang yang mengedip ketika udara ditiupkan ke matanya.

Variasi dalam Intensitas Perilaku
Adanya intensitas perilaku yang bervariasi disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan (environmental variable), misalnya pada dua orang yang mengkonsumsi makanan dengan kuantitas berbeda. Hal ini bukan berarti kedua orang tersebut memiliki dorongan makan berbeda. Untuk menganalisanya perlu dilihat variable lingkungannya, seperti jangka waktu dari makan ke makan berikutnya.

Peramalan dan Perubahan Perilaku
Menurut Skinner, cara efektif untuk meramal dan merubah perilaku adalah dengan menguatkan (to reinforce). Untuk itu, perlu diketahui hal-hal berikut:
1.      Prinsip-prinsip pengkondisian dan belajar.
2.      Penguatan dan pembentukan perilaku
3.      Generalisasi dan diskriminasi stimulus




PRINSIP-PRINSIP PENGKONDISIAN DAN BELAJAR
Ada dua prinsip dasar dari pengkondisian, yaitu pengkondisian klasikal dan pengkondisian operant/instrumetal.
1.      Pengkondisian klasikal (classical conditioning)
Prinsip ini pertama kali diusulkan oleh Ivan Pavlov yang pada dasarnya mengatakan bahwa sebuah stimulus yang memunculkan sebuah respon dipasangkan dengan stimulus lain yang pada saatnya nanti menghasilkan respon yang sama. Dengan kata lain, kita dapat menyebut bahwa operasi dan respon kedua dikondisikan untuk terjadi. Mari kita ambil contoh dengan mengobservasi anjing. Ketika ditampilkan sepotong daging, anjing mulai mengeluarkan air liur. Sekarang kita coba bunyikan bel sesaat kita tampilkan daging. Pada awalnya, anjing mengeluarkan air liur hanya saat daging ditampilkan. Namun setelah beberapa kali penampilan, anjing tersebut akan mengeluarkan air liur saat bel dibunyikan (sebelum daging ditampilkan). Agen penguat di sini adalah daging yang berfungsi sebagai penguat positif karena penampilan daging meningkatkan kesempatan respon yang diinginkan untuk muncul.
Lalu apa yang terjadi jika kita menghentikan penampilan daging dan hanya membunyikan bel? Untuk sesaat, anjing tetap akan mengeluarkan air liur terhadap bel, namun lama kelamaan akan terus berkurang hingga akhirnya berhenti mengeluarkan air liur. Proses tersebut dinamakan extinction (pemusnahan). Hal tersebut menunjukkan perlunya melanjutkan penguatan, karena tanpa penguatan (paling tidak saat-saat tertentu), perilaku yang tidak otomatis (bukan refleks) akan menghilang perlahan.

2.      Pengkondisian operan/instrumental
Pengkondisian ini pertama kali diselidiki secara sistematis oleh E. L. Thorndike. Teori Skinner berusaha menegakkan tingkah laku lewat studi mengenai belajar secara operan. Suatu operan adalah memancarkan, artinya suatu organisme melakukan sesuatu tanpa perlu adanya stimulus yang mendorong. Suatu reaksi sebagai kontras dari responden, yaitu suatu tingkah laku yang dipelajari dengan teknik pengkondisian Pavlovian. Operan dapat dipelajari bebas dari kondisi-kondisi perangsang yang membangkitkan. Organisme selalu dalam proses “operating” dalam lingkungannya. Artinya organisme tersebut selalu melakukan apa yang dilakukannya. Selama “operating”, organisme tersebut akan bertemu dengan stimulus-stimulus, yang disebut reinforcing stimulus (stimulus penguat).
Stimulus-stimulus tersebut mempunyai pengaruh dalam menguatkan “operant” – tingkah laku yang muncul sebelum reinforcer. Jadi yang dimaksud dengan operant conditioning adalah sebuah tingkah laku diikuti dengan sebuah konsekuensi, dan konsekuensi-konsekuensi tersebut dapat merubah kecenderungan organisme untuk mengulang tingkah laku tersebut di masa datang.
Sebagai contoh, coba bayangkan seekor tikus di dalam kandang, yang disebut Kotak Skinner. Kandang tersebut mempunyai suatu pedal pada salah satu temboknya yang bila ditekan maka dapat melepaskan makanan ke dalamnya. Kemudian tikus tersebut berjalan mengelilingi kandang dan tanpa sengaja menekan pedal, sehingga mengakibatkan munculnya makanan. Kejadian tersebut membuat tikus selalu berusaha menekan pedal dan mengumpulkan makanan yang muncul di sudut kandang. Eksperimen pada tikus membuktikan bahwa suatu tingkah laku yang diikuti oleh stimulus penguat akan meningkatkan kemungkinan munculnya kembali tingkah laku tersebut di masa depan

PENGUATAN DAN PEMBENTUKAN PERILAKU (SHAPING)
Jika dilakukan dengan seksama, reinforcement (penguatan) dapat membuat kita membentuk perilaku dari organisme sehingga dapat memunculkan perilaku yang diinginkan (dengan proses belajar operant).Hal tersebut dapat dilihat dari eksperimen Skinner yang terkenal yaitu melatih merpati untuk mematuk selain makanan (dalam hal ini adalah disk ringan). Eksperimen ini dumulai ketika seekor merpati lapar diletakkan dalam Kotak Skinner. Disk dan kotaknya diberi kawat yang memungkinkan respon direkam dan makanan dikirim ketika merpati mematuk disknya.
Agar merpati mematuk disk untuk pertama kalinya, kita harus membentuk perilaku dengan catatan mematuk disk merah di dinding bukan merupakan perilaku normal atau repertoar dari merpati pada umumnya. Karena itu, kita mulai dengan me-reinforce perilaku yang makin lama makin mendekati perilaku mematuk disk. Pertama-tama kita latih burung makan dari hopper, kemudian kita tampilkan makanan hanya ketika burung mendekati disk (dan hopper). Setelah itu kita reinforce burung hanya ketika kepalanya berada pada posisi yang paling dekat dengan disk, lalu hanya ketika paruhnya dalam posisi terdekat dengan disk, dan seterusnya. Akhirnya, ketika merpati mematuk disk untuk pertama kalinya, kita langsung berikan makanan. Dari sana, merpati akan terus menerus mematuk dan kita juga terus memberikan makanan. Dalam waktu singkat, perilaku mematuk akan terjadi dengan cepat.
Hal di atas menunjukkan penjadwalan continuous reinforcement, yaitu penjadwalan dalam hal tiap kali respon yang benar diberi penguat. Dengan hal tersebut akan didapatkan perilaku yang diinginkan. Jika kita berhentikan pemberian penguatan (makanan) kapan saja, maka perilaku mematuk akan menurun dan lama-kelamaan menghilang. Namun kita juga dapat terus memberi makanan sebagai penguat dengan waktu yang tidak ditentukan (occasionally). Kita dapat memberi makanan dalam jadwal fixed interval, misalnya tiap 5 detik sekali. Atau kita juga dapat menggunakan variable interval, dengan memberi makanan dalam interval waktu yang acak dengan rata-rata yang tetap. Jadi kita dapat memberi penguatan pada merpati setelah 3 detik, kemudian setelah 6 detik, kemudian setelah 4 detik, dan seterusnya, dengan interval rata-rata sekitar 5 detik.
Dalam kondisi fixed maupun variable interval, merpati akan berespon mematuk secara berkelanjutan. Meskipun sebagian besar patukan tidak diberi penguat, namun secara rata-rata patukan tersebut akan terus bertahan. Dengan jadwal variable interval, respon rata-rata patukan stabil. Dengan jadwal fixed interval, patukan akan menurun perlahan mengikuti penguatan dan akan naik lagi mendekati penguatan yang akan dilakukan. Ketika kita akan menghilangkan respon yang dikondisikan oleh penguatan interval, respon tersebut akan menghilang lebih lambat daripada yang dikondisikan oleh penguatan continuous.
Kita dapat mendapatkan respon yang lebih tahan dari pemusnahan (extinction) dengan menggunakan jadwal penguatan sebagai fungsi dari perilaku organisme itu sendiri. Contohnya, dengan menggunakan fixed ratio, kita dapat menguatkan perilaku tiap 10 patukan, 20 patukan, atau berapapun angka dari merpati tersebut. Dengan jadwal variable ratio, jika kita beri penguat rata-rata tiap 5 patukan, maka kita beri penguat pada patukan ke-3, patukan ke-8, dst.
Resistensi terhadap pemusnahan paling besar di penjadwalan penguatan ratio terjadi pada variable ratio dan disusul fixed ratio. Penjadwalan interval adalah penjadwalan yang lebih buruk resistensinya terhadap pemusnahan, dengan catatan resistensi fixed interval lebih buruk daripada variable interval. Resistensi yang paling buruk terjadi pada penjadwalan berkelanjutan (continous).
Dalam kasus merpati di atas, Skinner menyebut makanan, selain air, sebagai unconditioned atau primary reinforcer (penguat utama). Namun perilaku manusia pada umumnya juga bergantung pada conditioned atau secondary reinforces (penguatan sekunder/tambahan) yang dipasangkan dengan penguat utama dan dapat pada perilaku manusia (contohnya uang).

GENERALISASI DAN DISKRIMINASI
Dua fenomena besar dari sistem Skinner merupakan penemuan penting sebagai alat pembelajaran. Fenomena yang dimaksud adalah generalization (generalisasi) dan discrimination (diskriminasi). Dengan proses generalisasi stimulus, organisme akan dapat membuat respon yang sama terhadap satu situasi ketika dia dihadapkan pada situasi yang lain namun hampir mirip dengan situasi sebelumnya. Dengan proses diskriminasi stimulus, organisme dapat membedakan mana situasi yang diberi penguat dan yang tidak, sehingga organisme akan berespon hanya pada situasi tertentu saja.


Perilaku Sosial
Dalam berbicara mengenai perilaku sosial, Skinner tidak membahas mengenai persoality traits atau karakteristik yang dimiliki seseorang. Bagi Skinner, deskripsi kepribadian direduksi dalam kelompok atau respon spesifik yang cenderung diasosiasikan dalam situasi tertentu.
Bagi Skinner, respon muncul karena adanya penguatan. Ketika dia mengeluarkan respon tertentu pada kondisi tertentu, maka ketika ada penguatan atas hal itu, dia akan cenderung mengulangi respon tersebut hingga akhirnya dia berespon pada situasi yang lebih luas. Penguatan tersebut akan berlangsung stabil dan menghasilkan perilaku yang menetap.

Perilaku Abnormal
Skinner berpendapat bahwa perilaku abnormal berkembang dengan prinsip yang sama dengan perilaku normal. Lebih jauh, ia mengatakan bahwa perilaku abnormal dapat diubah menjadi perilaku normal dengan memanipulasi lingkungan. Salah satu contohnya adalah dalam kasus yang terjadi pada seorang tentara yang terluka di medan perang. Setelah menjalani perawatan di rumah sakit lalu dikirim kembali ke medan perang, ia mengalami kelumpuhan pada satu lengannya yang membuatnya ditarik dari tugas. Pemeriksaan secara fisiologis menunjukkan tidak ada masalah pada dirinya.
Skinner mengungkapkan bahwa kondisi terluka telah menjadi negative reinforcer, yaitu sebuah stimulus yang tidak disukai yang akan berusaha untuk dihindari oleh tentara tersebut. Medan perang yang telah diasosiasikan dengan luka adalah sebuah conditioned negative reinforcer, sehingga sang tentara akan berusaha juga untuk menghindarinya. Namun demikian, ketika menolak untuk dikirim berperang, maka dirinya akan menghadapi penolakan sosial, pengadilan, dan mungkin penjara atau bahkan kematian, yang kesemuanya adalah konsekuensi aversive. Hasilnya, muncul beberapa perilaku yang menghubungkan kedua conditioned negative reinforcer tadi. Perilaku tersebut akan menguat dan dipertahankan, karena pada umumnya seorang tentara tidak dikenakan tanggung jawab ketika dirinya mengalami kelumpuhan sehingga dirinya tidak akan dihukum.
Lalu bagaimana kita menyembuhkan tentara tersebut? Secara teoritis, jika da dikembalkan ke medan perang (conditioned renforcer) dengan tidak terluka lagi (unconditioned reinforcer), respon terkondisinya (kelumpuhan) akan hilang. Namun demikian, si tentara tentunya tidak akan mau kembali ke medan perang secara sukarela. Kita dapat mendorong dia untuk kembali dan berharap bahwa berada dalam situasi aversive tanpa konsekunsi aversive yang dialami sebelumnya akan menghilangkan respon dia terhadap kelumpuhan. Prosedur ini disebut dengan flooding, yang dilakukan dengan cara mendorong pasien ke dalam situasi anxiety-arousing dan menghadapinya, hingga dirinya sadar bencana yang diharapkan muncul tidak akan terjadi.

METODE PENELITIAN DAN PENEKANAN
Penelitian Skinner menyimpang dari norma penelitian psikologi kontemporer dengan beberapa cara: Pertama, Skinner terfokus pada event perilaku yang paling sederhana. Kedua, dia bersikeras bahwa kondisi eksperimen dikontrol dan respon subjek direkam secara otomatis. Dan ketiga, dia membuat studi intensif pada satu subjek individu daripada meneliti sebuah kelompok. Bagi Skinner, tujuan psikolog adalah untuk mengontrol perilaku individu. Peneliti yang bekerja dengan sejumlah besar binatang perlu memperhatikan variabel tak terkontrolnya sepanjang hal ini tersebar secara acak. Namun Skinner percaya bahwa seperti halnya variabel lain, variabel tak terkontrol juga harus dipelajari. Jika kita ingin mengontrol perilaku, kita juga harus mngetahui variabel apa sajakah yang tidak terkontrol tersebut agar dapat dikontrol juga.

EFEK OBAT DALAM TINGKAH LAKU
Metodologi Skinner dan Kotak Skinner telah dibuktikan sebagai alat untuk mempelajari efek perilaku terhadap berbagai macam agen farmatologi. Satu obat yang telah diselidiki secara ekstensif dengan metode Skinnerian adalah chlorpromazine, yaitu agent anti-kecemasan yang digunakan dalam penanganan psikosis. Dari hasil penelitian terhadap tikus didapat bahwa obat ini mengurangi rasa takut (fear), dan kemudian telah diasumsikan bahwa obat ini juga memiliki efek bila diberikan pada penderita schizophren. Obat ini juga berfungsi sebagai depresan, yang mereduksi semua bentuk respon, tidak hanya respon pada ketakutan.

INTERVENSI TINGKAH LAKU PADA PASIEN PSIKIATRIK
Pada awal 60-an, Ayllon dan Azrin (1965, 1968) mengembangkan sebuah metode yang disebut dengan token economy, yaitu sebuah teknik berdasarkan prinsip-prinsip pengkondisian operan. Token ekonomi didesain bagi pasien penyakit mental agar menghasilkan perilaku yang diinginkan. Conditioned reinforcer dalam bentuk token diberikan pada pasien yang memunculkan respon yang diinginkan seperti memakai baju sendiri, makan tanpa bantuan, atau menyelesakan tugas secara baik. Token-token ini nantinya dapat ditukar untuk mendapatkan primary reinforcer, yaitu sesuatu yang diinginkan dan dinikmati orang lain seperti: baju baru, interaksi sosial, kosmetik, menonton film, dll.
Token ekonomi telah digunakan dalam berbagai macam situasi, seperti penanganan anak autis, orang yang mengalami perkembangan tidak normal, bahkan pada orang normal sekalipun. Teknik ini telah dibuktikan sukses dalam menghasilkan bentuk perilaku yang diinginkan.

EVALUASI
Pendekatan Skinner telah diaplikasikan dalam berbagai masalah-masalah praktis, seperti dalam pendidikan, industri, profesi, dan pelatihan binatang. Asumsi Skinner tentang ”lawfulness” tidak sejalan dalam psikologi. Namun jadwal penguatan yang dia ajukan merupakan temuan penting bagi teori belajar dan peneliti kepribadian.
Karena Skinner menolak untuk menyimpulkan mekanisme atau proses yang tidak terobservasi, dia mengalami kesulitan dalam menggambarkan situasi di luar laboratorium. Para psikolog holistik merasa bahwa pendekatan Skinner mengabaikan kompleksitas perilaku makhluk hidup. Kritik lain mengatakan bahwa situasi sederhana yang diteliti Skinner tidak akan terjadi di luar laboratoriumnya. Selain itu, ada kritik yang merasa keberatan dengan hukum perilaku yang pada akhirnya tidak melihat perbedaan spesies secara terpisah.