Tentang Wanita
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/01/18234/bidadari-bidadari-surga-yang-disegerakan/#ixzz1lMxVOsGp
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘Anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda: “Selalu
wasiatkan kebaikan kepada para wanita. Karena mereka diciptakan dari tulang
rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari jalinan tulang rusuk ialah tulang
rusuk bagian atas. Jika kalian paksa diri untuk meluruskannya, ia akan patah.
Tetapi jika kalian mendiamkannya, ia akan tetap bengkok. Karena itu,
wasiatkanlah kebaikan kepada para wanita.” (HR. Al-Bukhari)
Wanita adalah sebuah maha karya
Allah. Dibalik kelembutannya ada kekuatan yang dapat menggerakkan sebuah laju
peradaban. Islam dengan segala kemuliaannya telah berhasil meletakkan dengan
ideal posisi kaum wanita dalam gempita kehidupan. Dan fakta sejarah pun
mengungkapnya dengan elok, bahwa di setiap keberhasilan orang-orang besar
selalu ada wanita-wanita kuat di belakangnya. Tapi, tidak semua wanita berkenan
menempati posisi-posisi itu. Dengan hadirnya racun-racun demokrasi, omong
kosong HAM atau bualan feminisme, wanita telah kehilangan karakter-karakter
dasar kemanusiaannya. Fungsi-fungsi wanita telah terdistorsi dari letak
fitrahnya.
Namun, di tengah kerusakan
pemahaman yang semakin kuat, ada sebagian wanita yang tetap menjunjung tinggi
martabat mereka. Memelihara nilai-nilai kefitrahan mereka sebagai seorang
hamba. Pengorbanan dan perjuangan telah menjadikan para wanita-wanita ini bak
bidadari-bidadari surga yang Allah segerakan kehadirannya. Inilah wanita-wanita
yang membuat resah para bidadari-bidadari Surga karena kemuliaannya.
Menerbitkan cemburu di ufuk hati para bidadari Surga.
1. Ibu:
Oase Cinta Yang Takkan Kering
“Makan malamlah bersama Ibumu
hingga ia senang.
Hal itu lebih aku senangi
daripada haji sunnah yang kamu kerjakan.”
(Al-Hasan
bin Amr Rahimahullahu)
Hijrah bukan semata keputusan
ideologis-teologis, lebih jauh hijrah adalah sebuah keputusan psikologis,
terlebih dalam konteks di saat kita dalam posisi seorang anak. Dan hal inilah
yang dirasakan oleh seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.
Dari Abdullah bin Amr bin
al-Ash Radhiyallahu ‘Anhu seorang lelaki mendatangi
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku berjanji
setia kepadamu wahai Rasulullah untuk berhijrah. Tetapi aku meninggalkan orang
tuaku dalam keadaan terus menangis.” Ucap lelaki itu. Maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,“Pulanglah
kepada keduanya. Buatlah keduanya tertawa, sebagaimana kau telah membuatnya
menangis.” (HR. Muslim)
Ibu, adalah representasi
bidadari surga yang paling terang. Hatinya adalah oase cinta kehidupan yang
menyejukkan, airnya bening dan tak pernah menemui kekeringan. Kasih sayang dan
pelukannya adalah hembus angin kedamaian. Jasa-jasanya takkan pernah dapat
terbilang, sekalipun dengan formula-formula canggih matematika atau fisika
modern.
Imam Bukhari dalam Shahih Al
Adabul Mufrad No.9 meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu
‘Anhuma, bahwa suatu hari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma melihat
seorang menggendong Ibunya untuk tawaf di Ka’bah dan ke mana saja sang Ibu
menginginkan. Kemudian orang tersebut bertanya, “Wahai Abdullah bin Umar, dengan
perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku?”, “Belum, setetes
pun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu” Jawab
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma.
Pada kisah lain yang diceritakan
Abul Faraj Rahimahullahu. Sesungguhnya seorang laki-laki datang
kepada Umar lalu berkata, “Sesungguhnya aku mempunyai ibu yang sudah
tua renta. Dia tidak menunaikan keperluannya kecuali punggungku yang menjadi
tanggungannya. Apakah aku sudah membuatnya ridha dan bisa berpaling darinya?
Apakah aku sudah menunaikan kewajiban kepadanya?” Umar Radhiyallahu
‘Anhu menjawab, “Belum”. “Bukankah aku telah
membawanya dengan punggungku dan aku merelakan hal itu untuknya.” tukas
lelaki itu. “Tapi, dia telah melakukannya dan dia berharap agar engkau
hidup dan tetap berada di pangkuannya. Sebaliknya, engkau melakukannya dan
berharap untuk segera berpisah dengannya,” tegas Umar Radhiyallahu
‘Anhu, sehingga membuat orang itu tak lagi sanggup mengeluarkan kata-kata.
Sebesar apapun pengorbanan yang
kita berikan pada Ibu, se-zarah pun tak akan dapat menggantikan
pengorbanan yang diberikan ibu kepada kita. Dengan memahami bahwa bakti dan
pengorbanan kita tak akan pernah bisa membalas kebaikan ibu, semoga bisa
menyadarkan kita untuk selalu memahami dan menyelami keinginannya.
Di dunia ini, tak akan pernah
kita temukan cinta kasih seindah cinta kasih seorang Ibu. Tentang hal ini
dengan apik Imam Adz Dzahabi rahimahullahu menguraikan, “Ibumu
telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan yang serasa sembilan
tahun. Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan
nyawanya. Dia telah menyusuimu dengan air susunya, dan ia hilangkan rasa
kantuknya karena menjagamu. Dia bersihkan kotoranmu dengan tangan kanannya, dia
utamakan dirimu atas dirinya serta atas makanannya. Dia jadikan pangkuannya
sebagai ayunan bagimu. Dia telah memberikanmu semua kebaikan, dan apabila kamu
sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan kesedihan yang
panjang. Dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu, dan
seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka ia akan meminta supaya
kamu hidup dengan suara yang paling keras. Betapa banyak kebaikan ibu,
sedangkan engkau balas dengan akhlaq yang tidak baik. Dia selalu mendoakanmu agar
mendapat petunjuk, baik di dalam sunyi maupun ditempat terbuka. Tatkala ibumu
membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang
yang tidak berharga di sisimu. Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Engkau
puas dalam keadaan ia haus. Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan
anakmu dari pada ibumu. Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat.
Begitu berat rasanya bagimu memeliharanya, padahal itu urusan yang mudah…”
Ibu, benar-benar bidadari Surga
yang Allah turunkan dengan segera. Maka, sampaikanlah kepadanya betapa kita
mencintainya, dan berterima kasihlah atas seluruh hidup yang telah dan akan
diberikannya kepada kita. Semoga Allah mengampuni dosanya, memberkahi usianya,
dan mengumpulkan kita kembali dalam surgaNya.
Ibu,
Poros Awal Peradaban
“Karir terbaik seorang wanita
adalah menjadi ibu rumah tangga” (Mario Teguh)
Anak yang unggul hanya akan
lahir dari ibu yang unggul. Maka, sudah semestinya tidak layak lagi ada
pandangan bahwa menjadi Ibu rumah tangga adalah sebuah tindakan pengekangan
bagi para wanita untuk mengembangkan potensi-potensinya. Adalah para penganut
feminisme, menggugat secara serampangan pembagian wilayah tanggung jawab antara
kaum pria dan wanita. Para feminis beranggapan wilayah kerja wanita yang lebih
cenderung pada ranah private adalah bentuk ketidakadilan
terhadap kaum wanita. Lebih jauh mereka beranggapan melalui keikutsertaan
wanita pada ranah publik dapat meningkatkan kualitas dan kapasitas kaum wanita.
Benarkah demikian?
Saya selalu ingat apa yang
dikatakan ibu saya, “Perempuan bagiannya di rumah, sedang laki-laki di
luar rumah.” Sepintas terdengar sangat diskriminatif. Tapi, makin lama
saya makin paham bahwa inilah yang dimaksud Job Descpription.
Layaknya sebuah organisasi, keluarga pun mutlak memiliki job
description. Dan hal yang harus kita pahami adalah tidak ada yang menjamin
seorang yang memiliki wilayah kerja di sektor publik akan memiliki kemuliaan
dan kualitas lebih baik dari seorang ibu yang memiliki wilayah tanggungjawab
pada sektor privat. Karena semua kemuliaan mutlak hanya akan dipetik dari
ketaqwaan dan ketaatan pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.Semoga kita
dapat renungkan apa yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
QS. An-Nisaa’ ayat 32, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang
lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan,
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”
Ibu, sebagai seorang ‘manajer’
rumah tangga adalah sebuah entitas terpenting dalam konteks pembentukan sebuah
generasi. Tanpa seorang ibu yang berkualitas takkan lahir para manusia-manusia
berkualitas. Ibulah, madrasah peradaban yang paling awal. Dari para ibulah
cetak biru sebuah poros peradaban ditentukan. Kesungguhan para ibu men-tarbiyah keturunannya
adalah langkah nyata rekonsiliasi sebuah bangsa. Dan kerja-kerja macam ini,
bahkan para bidadari surga pun belum tentu mampu melakukannya. Dengan
kesungguhan inilah, bahkan para bidadari pun akan mencemburuinya.
2. Wanita
Shalihah: Pesona Di atas Pesona
Ia mutiara terindah duniaBunga
terharum sepanjang masaAda cahaya di wajahnya, Betapa indah
pesonanyaBidadari bermata jeli pun cemburu padanyaKelak, ia menjadi bidadari
surga, Terindah dari yang ada
(Hanan)
Ya, bidadari surga yang Allah
segerakan berikutnya adalah wanita shalihah. Konteks tulisan ini sama sekali
bukan tentang fisik. Kita hanya akan membahas hal-hal substansial yang bernama
kesalehan. Untuk itu, cukuplah dialog penuh ‘ibrah antara Ummu
Salamah Radhiyallahu ‘Anha dan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang didokumentasikan oleh Imam Ath-Thabrani sebagai
pecut penyemangat, pengobar ruh kesalehan.
Ummu Salamah Radhiyallahu
‘Anha berkata, “Wahai Rasulullah, Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam jelaskanlah kepadaku firman Subhanahu wa Ta’ala tentang
bidadari-bidadari yang bermata jelita.” (QS. Ad-Dukhan: 54) Beliau
menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar,
rambutnya berkilau seperti sayap burung nasar.”
Aku berkata lagi, “Jelaskan
kepadaku tentang firman Allah, “Laksana mutiara yang tersimpan baik.” (Al-Waqi’ah:
23) Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di
kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”
Aku berkata lagi, “Wahai
Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, “Di dalam surga-surga
itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik.” (Ar-Rahman:
70) Beliau menjawab, “Akhlaqnya baik dan wajahnya cantik jelita.”
Aku berkata lagi, “Jelaskan
kepadaku firman Allah, “Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang
tersimpan dengan baik.” (Ash-Shaffat: 49) Beliau menjawab, “Kelembutannya
seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit
telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”
Aku berkata lagi, “Wahai
Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, Penuh cinta lagi sebaya umurnya” (Al-Waqi’ah:
37) Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di
dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan
Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai
wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”
Aku bertanya, “Wahai
Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang
bermata jeli” Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih
utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang
tampak daripada apa yang tidak tampak.”
Aku bertanya, “Karena
apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?” Beliau menjawab, “Karena
shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di
wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih,
pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara
dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, “Kami hidup abadi dan tidak
mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi
dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut
sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.”
Aku berkata, “Wahai
Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua,
tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun
masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya
di surga? Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu
disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaqnya
paling bagus, lalu dia berkata, “Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang
paling baik akhlaqnya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku
dengannya”. Wahai Ummu Salamah, akhlaq yang baik itu akan pergi membawa dua
kebaikan, dunia dan akhirat.”
Keshalihan dan akhlaq baiklah
sumber kemuliaan, semoga kita dapat meraihnya. Amiin.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/01/18234/bidadari-bidadari-surga-yang-disegerakan/#ixzz1lMwP3RmXLihat Selengkapnya
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Salam bersabda: “Selalu wasiatkan kebaikan kepada para
wanita. Karena mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan bagian yang paling
bengkok dari jalinan tulan...g rusuk ialah tulang rusuk bagian atas. Jika kalian paksa
diri untuk meluruskannya, ia akan patah. Tetapi jika kalian mendiamkannya, ia
akan tetap bengkok. Karena itu, wasiatkanlah kebaikan kepada para wanita.” (HR.
Al-Bukhari)
sippppp bangettttttt ahhhhh............
BalasHapusyooii ..
Hapuskita memang harus bangga mjd seorang wanita karena keistimewaannya.. :)
BalasHapushidup wanita hehee ..
HapusI ♥ Ibu khuu.. :)
BalasHapusibu kuh juga doong ..
Hapusmenjadi wanita yang baik itu tidak sulit,, he...
BalasHapussetujuu ..
HapusQ bangga jadi seorang wanita.hehehee.................
BalasHapusyooii yooii benerr ..
Hapustentang waria ada gaaa ??????heheheheh
BalasHapusooh adaa. tr ya tunggu ajah posting yang barunya ..
Hapushasik
BalasHapusbaguuuuss tuh , jenk
BalasHapuskita harus bangga sebagai seorang wanita,,,hehehe
BalasHapushasyek............... jdi nambah info nih ttg cwe, :D
BalasHapusmakasih yaaaaakkkkkk